Selasa, 25 April 2017

DRIVER UBER


Tulisan ini saya buat untuk mendokumentasikan pengalaman saya yang super singkat dalam mengemudikan Ojek Online (UBER).

Jika temen-temen ada yang merasa ingin atau berminat untuk menjadi Ojek Online (UBER), tulisan ini dibuat bukan untuk mempengaruhi teman-teman, dalam menaikkan maupun menurunkan semangat teman-teman. Saya pribadi hanya ingin menuliskan pengalaman saya, yang harapannya dapat dijadikan referensi atau hanya sekedar untuk melihat dari sudut pandang saya. Bisa dikatakan,So, mari kita simak.


Pengalaman Menjadi Driver UBER MOTOR .

halo nama gua erlanda , gua lahir 04 januari 1998 hehehhe awalnya iseng dan akhirnya jadi penghasilan hahahha .awalnya gue iseng doang tuh daftar via online jadi driver uber motor suka duka jadi ojek online itu selalu ada dan persaudaraan sesama ojek online itu semakin erat.  awal yang iseng karna gue gak suka ngangur , cari kerja blom ada yg diterima akhirnya gua daftar uber (motor),sampai hari ini gue udah memasuki sekitar 4 bulanan jadi driver uber motor . ya walaupun penghasilan gue gak seberapa tapi yang terpenting itu HALAL nya ,. banyak yang bicara tentang uber kalo pengahasilan uber sedikit, tapi ya gue tetep menjadi driver uber ajah karna mereka hanya memandang pekerjaanya bukan proses gua mencari yang halal itu.... alhamdulilah semenjak jadi driver uberr bisa ngurangin beban orang tua gua, dari awal sampai saat ini semenjak menjadi driver uber alhamdulilah tidak ada penumpang yang kurang ajar, ya walaupun banyak penumpang yang sering agak ngeselin tapi ya bisa apa . layani setulus hati ajah




Namun saya juga akan menceritakan sejarah terlebih dahulu.

Uber, perusahaan internet asal Amerika yang menghubungkan pengemudi dengan pengendara, merupakan startup dengan pendanaan terbesar di dunia dan memiliki nilai valuasi USD 40 miliar (Rp 492 triliun). Uber secara total telah mendapatkan pendanaan sebesar USD 2,7 miliar (Rp 33 triliun) selama lima tahun beroperasi.
Sebagai perbandingan, posisi untuk rekor ronde pendanaan terbesar sempat dipegang oleh Facebook yakni USD 1 miliar (Rp 12,3 triliun) pada tahun 2011. Airbnb, marketplace rental kamar, mengisi posisi ketiga dengan jumlah ronde pendanaan sebesar USD 450 juta (Rp 5,6 triliun) beberapa bulan lalu. Sedangkan Uber sendiri pada tahun ini telah mengumumkan dua kali ronde pendanaan, yang masing-masing memiliki nilai sebesar USD 1,2 miliar (Rp 14,8 triliun).
Arsitek dibalik kelahiran Uber adalah Garret Camp dan Travis Kalanick. Keduanya merupakan entrepreneur kawakan yang masing-masing sudah pernah menjual perusahaan teknologi mereka.
Garret menjual StumbleUpon, mesin penjelajah internet kepada eBay pada tahun 2007 seharga USD 75 juta (Rp 923 miliar). Sedangkan Travis Kalanick telah menjual Red Swoosh, perusahaan berbagi file kepada Akamai senilai USD 19 juta (Rp 234 miliar).
Garret dan Travis lalu bertemu pada tahun 2008 di sebuah konferensi teknologi di Paris, dimana Garret menceritakan idenya untuk menjalankan layanan mobil mewah yang nyaman dan terjangkau. Setahun kemudian, Uber (saat itu bernama UberCab) diluncurkan.
Garret memiliki ide ingin memecahkan masalah besar di San Fransisco – sulitnya mendapatkan taksi. Awalnya, Garret dan Travis setuju untuk membagi biaya pengemudi, mobil Mercedes S Class, dan sebuah tempat parkir di garasi. Lalu kedua co-founder akan bisa menelusuri kota San Fransisco menggunakan aplikasi Uber di iPhone. Namun, begitu banyak hal telah berubah sejak saat itu.
Uber saat ini memiliki lima pilihan kendaraan: Taxi, Black (mobil sedan mewah), SUV, LUX (pilihan mobil paling mewah), dan UberX (layanan mobil dari sesama pengguna). Selain itu, Uber juga memiliki sejumlah produk yang masih dalam tahap testing seperti Essentials dan Rush. Essentials merupakan jasa pengiriman barang-barang esensial seperti snack, minuman ringan, dan perlengkapan medis. Dan Rush merupakan jasa kurir.
Saat ini Uber beroperasi tidak hanya di San Fransisco, tapi di lebih dari 250 kota di 50 negara. Mereka memiliki rencana menciptakan satu juta pekerjaan pada tahun 2015, dan memiliki impian dimana pengendara tidak perlu lagi membeli sebuah mobil karena berkendara dengan Uber akan menjadi alternatif yang lebih murah nantinya.
 Perusahaan peranti lunak Uber sudah hadir di Indonesia sejak Agustus 2014. Aplikasi ponsel yang menghubungkan mobil panggilan dengan para pengguna ini mengaku hingga 14 bulan beroperasi mereka belum bisa mendapat keuntungan.

Communication Lead Uber Asia Tenggara dan India, Karun Arya mengatakan, sejauh ini pendapatan yang diraih mitra pengemudi akan sepenuhnya diberikan pengemudi dan pihak Uber belum mengutip biaya apapun.
"Sampai sekarang pembagian pendapatan dengan pengemudi di Indonesia masih 100 persen untuk mereka," ungkap Karun saat dijumpai oleh sejumlah media, termasuk CNN Indonesia di Jakarta, Jumat (6/11).
Selain itu, pihak Uber mengklaim juga masih memberi insentif bagi penumpang yang baru pertama kali bergabung di Uber.

"Sebetulnya kami menunggu keputusan pemerintah soal regulasi model bisnis seperti ini. Setelah jelas, baru kami bisa tentukan berapa pembagian keuntungannya," kata Arya melanjutkan.

Uber sebenarnya menerapkan biaya bagi hasil sebesar 80 persen untuk mitra pengemudi dan 20 persen untuk perusahaan Uber. Khusus di sejumlah pasar yang sudah matang seperti Amerika Serikat, perusahaan mendapatkan 25 persen dan si pengemudi 75 persen.

Di Indonesia, Uber telah beroperasi di kota Jakarta, Bandung, dan Bali. Mereka punya rencana ekspansi ke kota besar lain, namun perusahaan masih memantau permintaan dan belum menargetkan secara spesifik kapan akan ekspansi.

Uber telah menguji coba metode pembayaran tunai di Bandung. Jika cara ini dinilai sukses dan berhasil memperluas jumlah pengguna Uber, perusahaan berencana menerapkan hal serupa ke Jakarta dan Bali.

Arya mengklaim saat ini sudah ada 10 ribu pengemudi yang bermitra dengan layanan Uber. Ia optimistis jumlah itu tumbuh 10 kali lipat menjadi 100 ribu pengemudi pada 2016.(adt)







sumber sejarah pendirian uber : https://id.techinasia.com/uber-sejarah-pendirian-startup-taksi
http://www.cnnindonesia.com/teknologi/20151107115455-185-90056/setahun-di-indonesia-uber-belum-raih-untung/